LPS Makin Tegas Tindak Perbankan yang Bermasalah

By Admin


JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam 5 tahun terakhir atau sejak tahun 2019-20233 mencatat ada sebanyak 28 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) mengalami kebangkrutan dan telah dilikuidasi. Dari jumlah tersebut, 23 BPR telah selesai proses likuidasinya.

Misalnya saja, di sepanjang 2023 LPS telah melakukan penutupan empat BPR gagal di Indonesia. Pelaksanaan likuidasi dilakukan setelah izin usaha dicabut bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adapun, keempat bank tersebut, yakni BPR Bagong Inti Marga (BPR BIM) yang dicabut izinnya pada 3 Februari 2023 dan BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) dicabut izinnya pada 12 September. Kemudian, BPR Indotama UKM Sulawesi yang izinnya dicabut per 15 November 2023 serta BPR Persada Guna pada 4 Desember 2023.

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, LPS telah melakukan atau sedang dalam proses menjamin simpanan nasabah dari sejumlah BPR bangkrut tersebut.

Maraknya BPR bangkrut ini, bukan disebabkan karena persaingan ketat antar bank, melainkan karena masalah governance atau tata kelola bisnis yang kurang baik dan juga fraud. Terutama kejahatan yang dilakukan oleh para oknum pengurus atau karyawannya.

Untuk itu, kini LPS akan lebih agresif mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pengurus bank yang nakal. Ini diharapkan agar para pemegang saham perbankan menjalankan tugasnya dengan baik, serta melaksanakan tata kelola bisnis yang bisa menimbulkan kepercayaan masyarakat atau nasabah.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan tindakan tersebut dilakukan untuk memberikan efek jera terhadap pengurus bank yang melakukan fraud, sehingga para pelaku mendapat konsekuensi hukum yang tegas.

“Sekarang kita keras loh, dulu mereka (pelaku fraud) anggap kita gak pernah eksekusi, tapi sekarang saya akan eksekusi, saya akan go ke media Anda akan hancur,” ujar Purbaya kepada awak media di Jakarta, Rabu 12 Desember 2023.

Sekretaris Lembaga LPS, Dimas Yuliharto menambahkan bahwa pihaknya saat ini bersama OJK serta asosiasi BPR atau Perbarindo terus berkoordinasi untuk berbagai tindakan pencegahan fraud di perbankan misalnya melalui penguatan sistem pengendalian internal bank sebagai penerapan tata kelola bank.

Dia mengaku, LPS tidak segan untuk melakukan tindakan hukum yang tegas terhadap pengurus bank dan pemegang saham yang nakal.

“Kami minta agar pengurus dan pemegang saham dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus memenuhi prinsip kehati-hatian atau prudential banking dan melaksanakan tata kelola yang baik,” ujar Dimas, Jumat 5 Januari 2024.

Adapun, kegagalan BPR terbaru yakni BPR Wijaya Kusuma yang dicabut izin usahanya per 4 januari 2024. OJK telah menetapkan BPR Wijaya Kusuma dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan dengan jangka waktu 12 bulan dengan pertimbangan tidak memenuhi tingkat permodalan dan tingkat Kesehatan sebagaimana ketentuan.

Dalam hal ini, OJK juga tengah mendorong BPR untuk melakukan konsolidasi dalam memenuhi tingkat permodalan. Hal ini sesuai dengan POJK Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat. Di mana BPR wajib untuk memenuhi kewajiban modal inti, yakni Rp3 miliar di 2020 dan Rp6 miliar pada 2024.

OJK menargetkan akan memangkas jumlah BPR menjadi sekitar 1.000 unit pada 2027 mendatang. Saat ini, tercatat ada sekitar 1.600 BPR yang ada di Tanah Air.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, pemangkasan jumlah BPR dilakukan lantaran kepemilikan BPR dimiliki oleh satu orang.

“Karena banyak sekali saat ini 5 BPR dimiliki oleh satu orang atau satu grup ya. Dan ini sekarang tidak kita perbolehkan lagi, mereka harus merger sukarela atau merger paksa,” katanya, di Jakarta, 5 September 2023. (*)